PDM Kota Kediri - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM Kota Kediri
.: Home > Berita > Perjalanan Mencari Hidayah Allah (Kisah Seorang Mantan Pedanda - Bagian 1)

Homepage

Perjalanan Mencari Hidayah Allah (Kisah Seorang Mantan Pedanda - Bagian 1)

Minggu, 16-10-2011
Dibaca: 9781

Pengajian Ahad Pagi yang rutin dilaksanakan setiap pekan pertama dan pekan ketiga di Masjid Husnul Khotimah jl Ngadisimo I/11 Kec. Kota – Kota Kediri, pada  16 Oktober 2011 menghadirkan pembicara yang ”lain daripada yang lain”: Julaibib alias Ida Bagus Surya Chandra, seorang mantan pedanda atau pendeta Hindu Bali yang baru setahun memeluk Islam.

 

Dalam kesempatan silaturahim perdananya di Kediri, Julaibib menceritakan perjalanan panjangnya menemukan hidayah Allah. Lahir di Bali dari keluarga berkasta brahmana (kasta tertinggi dalam masyarakat Hindu), Julaibib tumbuh dewasa menjadi seorang pemuka agama yang bertugas memimpin upacara-upacara keagamaan Hindu Bali. Kesehariannya selalu diwarnai dengan berbagai macam ritual keagamaan Hindu Bali yang tidak pernah lepas dari sesaji.

 

Persentuhan pertamanya dengan Islam dimulai pada tahun 2007. Saat itu, Julaibib mendengarkan suara adzan subuh dari sebuah masjid di Kuta, kota kelahirannya 41 tahun lalu. Dirasakannya, suara adzan itu begitu menenteramkan hatinya. Selama enam hari berturut-turut didengarkannya suara adzan subuh tersebut, semakin lama semakin tenteram hatinya. Julaibib mulai penasaran dengan makna adzan yang pada awalnya disebutnya sebagai ”teriakan di pagi hari” itu. Akhirnya, Julaibib pergi ke toko buku dan membeli sebuah buku keislaman yang berjudul ”FIQIH ISLAM”.

 

Dari buku inilah Julaibib pertama kali mempelajari Islam. Merasa kurang puas dengan apa yang diperolehnya dari buku Fikih Islam, Julaibib membeli buku-buku lain dan mempelajarinya, meskipun itu harus dilakukannya di ruang tertutup rapat dan terkunci. Statusnya sebagai pemuka agama Hindu Bali pada waktu itu tidak memungkinkannya untuk mempelajari Islam secara terbuka dan leluasa. Total waktu yang dipergunakan Julaibib untuk mempelajari Islam lewat buku adalah 28 bulan. Termasuk di antaranya, membeli 6 kitab suci al Qur’an dan terjemahannya dari 6 tahun terbitan yang berbeda. Hal ini dilakukannya untuk mengetahui apakah al Qur’an mengalami perubahan dari tahun ke tahun sebagaimana Wedha, kitab suci umat Hindu Bali yang selama ini dianutnya.

 

Merasa mantap hijrah ke dinullah yang rahmatan lil alamin, Julaibib mencari ustadz yang bersedia menuntunnya melafadzkan dua kalimat syahadat. Sayangnya, Julaibib tidak menemukan seorang ustadz pun di Bali yang bersedia membantu dikarenakan status kastanya yang tinggi dapat membahayakan kehidupan orang yang membantunya. Akhirnya, atas saran seseorang, Julaibib memutuskan untuk hijrah ke Surabaya demi mencari hidayah Allah.

 

Julaibib semakin mantap memutuskan untuk hijrah ke Surabaya pada saat keluarga besarnya menyidangnya dan memutuskan tali kekeluargaan beserta segala konsekuensinya, termasuk hak waris. Bahkan, istrinya pun diminta keluarganya agar diceraikan. Hal ini dikarenakan kenekatan dan kengototan Julaibib ingin masuk Islam. Julaibib dinilai telah mempermalukan keluarga. Tetapi, meskipun kehilangan kehidupan duniawi, semua diterima Julaibib dengan penuh rasa ikhlas. Julaibib sangat yakin dengan keputusannya dan sangat yakin akan pertolongan Allah. Maka, Julaibib pun bersiap untuk hijrah ke Surabaya.

 

Kisah perjalanan Julaibib dalam mencari hidayah Allah di Surabaya akan dilanjutkan di tulisan berikutnya.


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori:



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website